Rabu, 08 Juni 2011

DISTRIBUSI PENDAPATAN NASIONAL SECARA MERATA DAN UNTUNG SERTA RUGINYA
Oleh :
Ahmad Syamsul Muarif
C04210125


Abstrak
Studi mengenai kemiskinan dan distribusi pendapatan di Indonesia bukanlah merupakan topik baru. Karena masalah tersebut sejak tahun 1970-an telah menjadi salah satu pusat perhatian pemerintah maupun pakar bidang ekonomi dan sosial lainnya. Hal ini menjadi sangat penting semenjak tahun 1997 yaitu saat Indonesia mengalami krisis ekonomi.
Distribusi pendapatan yang tidak merata memang bisa berakibat tidak hanya di bidang ekonomi namun dapat memicu kesenjangan sosial dan politik. Sehingga upaya-upaya untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan merupakan usaha dalam membantu memperkuat stabilitas politik. Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui kesenjangan distribusi pendapatan adalah koefisien gini dan criteria Bank Dunia. Koefsien gini berkisar antara nol sampai dengan satu. Semakin tinggi koefisien gini maka semakin timpang distribusi pendapatan suatu negara. Sebaliknya, semakin rendah nilai koefisien gini berarti semakin merata distribusi pendapatannya.
Pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter merubah keadaan masyarakat sesuai yang dinginkan.Berkaitan dengan itu terjadi pengalihan transfer sumberdaya dari masyarakat yang berpendapatan tinggi kepada masyarakat yang berpendapatan rendah. Pemerintah melalui manuver kebijakan fiskal, redistribusi pendapatan diimplementasikan secara langsung melalui skema pembayaran pajak kepada pemerintah.



PENGANTAR
Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik.
Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional.
Berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa bantuan maupun pinjaman pada dasarnya (walaupun masih tanda tanya) merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan sedang berkembang. Beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan/ atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara bersangkutan.
Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down)
Dan kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi. Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.

Menurut data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia relatif cukup tinggi. Data BPS bulan Desember tahun 2010 sebanyak 31,02 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah ini sebagian besar bertempat tinggal di pedesaan tetapi ada juga kemiskinan di daerah perkotaan. Para ekonom banyak menyoroti permasalahan ini, terutama terhadap kebijakan pembangunan bidang ekonomi yang diambil pemerintah. Distribusi pendapatan nasional yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Sistem distribusi yang tidak tepat guna hanya akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja, sehingga ini menjadi isu sangat penting dalam menyikapi tingginya angka kemiskinan hingga saat ini.

PENDISTRIBUSIAN PENDAPATAN NASIONAL YANG MERATA
Distribusi pendapatan yang merata ialah pembagian pendapatan nasional kepada setiap orang atau kelompok maupun wilayah itu harus terbagi secara merata dan distribusi pendapatan nasional tergantung kepada peranan masing-masing orang dalam perekonomian secara keseluruhan. Pada umumnya ada 3 macam indikator distribusi pendapatan yang sering digunakandalam penelitian. Pertama, indikator distribusi pendapatan perorangan. Kedua, kurva Lorenz. Ketiga, koefisien gini. Masing-masing indikator tersebut mempunyai relasisatu sama lainnya. Semakin jauh kurva Lorenz dari garis diagonal maka semakinbesar ketimpangan distribusi pendapatannya. Begitu juga sebaliknya, semakin berimpit kurva Lorenz dengan garis diagonal, semakin merata distribusi pendapatan. Sedangkan untuk koefisien gini, semakin kecil nilainya, menunjukkan distribusi yang lebih merata. Demikian juga sebaliknya.
1. Distribusi Ukuran
Distribusi ukuran adalah besar atau kecilnya pendapatan yang diterima masing-
masing orang.
• Distribusi pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan indikator yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secaralangsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga.
• Lokasi sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan yang menjadi sumber penghasilan (pertanian, industri, perdagangan,dan jasa) juga diabaikan.
• Yang diperhatikan di sini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterimaseseorang, tidak peduli dari mana sumbernya, entah itu bunga simpanan atau tabungan, laba usaha, utang, hadiah ataupun warisan.
• Bila si X dan si Y masing-masing menerima pendapatan yang sama pertahunnya, maka kedua orang tersebut langsung dimasukkan ke dalam satukelompok atau satu kategori penghasilan yang sama, tanpa mempersoalkanbahwa si X memperoleh uangnya dari membanting tulang selama 15 jamsehari, sedangkan si Y hanya ongkang-ongkang kaki.
• Berdasarkan pendapatan tersebut, lalu dikelompokkan menjadi lima kelompok,biasa disebut kuintil (quintiles) atau sepuluh kelompok yang disebut desil (decile)sesuai dengan tingkat pendapatan mereka, kemudian menetapkan proporsi yangditerima oleh masing-masing kelompok.
• Selanjutnya dihitung berapa % dari pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing kelompok, dan bertolak dari perhitungan ini mereka langsung memperkirakan tingkat pemerataan atau tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di masyarakat atau negara yang bersangkutan.

• Indikator yang memperlihatkan tingkat ketimpangan atau pemerataan distribusipendapatan diperoleh dari kolom 3, yaitu perbandingan antara pendapatan yangditerima oleh 40 persen anggota kelompok bawah (mewakili lapisan penduduktermiskin) dan 20 persen anggota kelompok atas (lapisan penduduk terkaya).
• Rasio inilah yang sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketidakmerataan antaradua kelompok ekstrem, yaitu kelompok yang sangat miskin dan kelompok yangsangat kaya di dalam suatu negara. Rasio ketidakmerataan dalam contoh di atasadalah 14 dibagi dengan 51, atau sekitar 1 berbanding 3,7 atau 0,28.
• Peta pendapatan jika total populasi dibagi menjadi sepuluh kelompok (desil) yang masing-masing menguasai pangsa 10 persen pada kolom

• 10 persen populasi terbawah (dua individu atau rumah tangga yang palingmiskin) hanya menerima 1,8 persen dari total pendapatan, sedangkan 10persen kelompok teratas (dua individu atau rumah tangga terkaya) menerima28,5 persen dari pendapatan nasional.
• Bila ingin diketahui berapa yang diterima oleh 5 persen kelompok teratas,maka jumlah penduduknya harus dibagi menjadi 20 kelompok yang masing-masing anggotanya sama (masing-masing kelompok terdiri dari satu individu)dan kemudian dihitung persentase total pendapatan yang diterima oleh limakelompok teratas dari pendapatan nasional atau total pendapatan yangditerima oleh kedua puluh kelompok tersebut.
• Dari Tabel 5-1, kita bisa mengetahui bahwa pendapatan 5 persen pendudukterkaya (20 individu) menerima 15 persen dari pendapatan, lebih tinggidibandingkan dengan total pendapatan dari 40 persen kelompok terendah (40persen rumah tangga yang paling miskin).

2. Kurva Lorenz
3. Koefisien Gini
Studi empiris menunjukkan bahwa bentuk kurva Lorenz untuk kasus Negara berkembang pada umumnya semakin menjauhi dibandingkan dengan negara maju. Apabila dilihat koefisien gini, negara maju mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan negara berkembang.
Jadi, pembagian pendapatan nasional itu sesuai dengan kontribusi dan kinerja bagi setiap masing-masing kelompok, jika suatu wilayah itu memberi kontribusi yang tinggi atau besar bagi Negara, maka timbal baliknya harus sesuai dengan kontribusi tersebut, yakni pendapatan nasional.

Namun, apakah dengan kondisi saat ini di Indonesia bisa menerapkan konsep tersebut?
Saya rasa tidak, karena keadaan ekonomi Indonesia masih belum cukup kuat untuk hal tersebut. Terbukti bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia itu masih sangat banyak, dan prosentase penduduk miskin di setiap provinsi baik desa maupun kota menunjukkan ketidakseimbangan perekonomian di setiap provinsi baik desa maupun kota. Dapat dilihat pada table berikut,

Tabel diatas juga menunjukkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi disetiap provinsi. Provinsi papua memiliki prosentase penduduk miskin sebesar 36,8% sedangkan DKI Jakarta prosentase penduduk miskinnya sebesar 3,48%. Perbedaan ini terlalu jauh, sehingga membuat perekonomian Indonesia masih kurang kuat dan cenderung akan turun bola dibiarkan saja.
Jadi, menurut saya pemerataan distribusi pendapatan nasional harus didasarkan pada tingkat kemiskinan di setiap wilayah, bukan kontribusi tiap wilayah. Semakin miskin suatu wilayah, maka prosentase pembagian distribusi pendapatan nasional semakin banyak.
Konsep ini sama dengan konsep islam, yakni zakat. Dimana zakat ini diperoleh dari orang kaya dan yang mampu. Dan nantinya pembagiannya ini diutamakan kepada kaum fakir dan kaum miskin. Sesungguhnya konsep tersebut adalah konsep yang paling baik dalam pendistribusian nasional. Karena akan timbul yang namanya keadilan, diman yang kuat harus membantu yang lemah. Sesuai dengan Qur’an surat At-Taubah ayat 58-60 :




Artinya :
[9:58] Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.
[9:59] Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan RasulNya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah," (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).
[9:60] Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISTRIBUSI PENDAPATAN NASIONAL SECARA MERATA: Mengapa Masih Belum Merata?
Tingginya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.
Evaluasi terhadap distribusi hasil pembangunan yang telah dilaksanakan selama lebih dari 64 tahun selalu menyisakan problema mendasar tentang disparitas yang tidak pernah terselesaikan, dan hingga sekarang alasan untuk ini belum ditemukan.
Resosudarmo menegaskan bahwa kesenjangan dalam pendapatan per kapita provinsi di Indonesia relatif parah. Hal ini didasarkan pada fenomena, bahwa meskipun pertumbuhan PDB provinsi bervariasi dari waktu ke waktu, ada beberapa provinsi yang selalu, atau hampir selalu, berada di antara lima provinsi terkaya dan yang lain di antara lima termiskin. Kalimantan Timur, Riau, dan Jakarta selalu di antara provinsi terkaya dan Aceh telah dianggap sebagai provinsi yang memiliki PDB per kapita yang tinggi sejak awal 1980-an, sedangkan NTT selalu berada di antara yang termiskin. Ada beberapa periode ketika tingkat pertumbuhan PDB per kapita di Jakarta, Riau, Kalimantan Timur dan Aceh termasuk yang paling rendah, sedangkan orang-orang NTT dan NTB dianggap antara yang tertinggi. Namun, sejak awal PDB per kapita Jakarta, Riau, Kalimantan Timur dan Aceh relatif sangat tinggi, sementara NTT dan NTB relatif sangat rendah dibandingkan dengan yang lain.
Alisjahbana mengatakan bahwa ketimpangan juga sering terjadi secara nyata antara daerah kabupaten/kota di dalam wilayah propinsi itu sendiri. Kesenjangan antar daerah terjadi sebagai konsekuensi dari pembangunan yang terkonsentrasi. Berbagai program yang dikembangkan untuk menjembatani kesenjangan baik ketimpangan distribusi pendapatan maupun kesenjangan wilayah belum banyak membawa hasil yang signifikan. Bahkan yang sering terjadi adalah kebijakan pembangunan yang dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi justru dapat menambah kesenjangan baik terhadap distribusi pendapatan maupun kesenjangan wilayah. Lebih lanjut Noegroho dan Soelistianingsih menemukan bahwa masalah ketimpangan distribusi pendapatan tidak hanya tampak pada wajah ketimpangan antara pulau Jawa dan luar Jawa saja melainkan juga antar wilayah di dalam pulau Jawa itu sendiri, sebagaimana yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah.
Secara lebih spesifik, Hariadi menganalisis distribusi pendapatan antar rumah tangga di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Diperoleh hasil bahwa kenaikan ketimpangan distribusi pendapatan antar rumah tangga terjadi karena semakin menurunnya pendapatan relatif dan pendapatan riil oleh 40% kelompok masyarakat berpendapatan terendah yang diakibatkan oleh: (1) dari sisi penawaran antara lain terbatasnya kepemilikan dan kesempatan memperoleh modal, keterbatasan kesempatan berusaha dan bekerja, posisi tawar yang lemah; (2) dari sisi permintaan antara lain karena kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan bagi usaha mereka dan permintaan yang rendah akibat inflasi dan kenaikan harga BBM sejak 2005 sehingga terjadi penurunan daya beli konsumen yang berakibat pada tidak meningkatnya pendapatan relatif bagi usaha kecil dan rumah tangga, sektor informal, petani, buruh dan pekerja/pegawai kecil. Kelompok masyarakat berpendapatan tinggi relatif tidak terpengaruh secara berarti dengan adanya inflasi dan kenaikan harga BBM serta kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan dibanding kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Lebih lanjut dikatakan, bahwa kesempatan kerja di sektor-sektor seperti industri besar, bangunan, perdagangan dan keuangan memang memberikan pendapatan dan nilai tambah yang tinggi namun ketersediaannya terbatas dan lebih banyak di perkotaan daripada di perdesaan yang didominasi oleh sektor primer, sehingga menimbulkan ketimpangan pendapatan terutama antara perkotaan dengan pedesaan.



PERAN PEMERINTAH DALAM PEMERATAAN PENDISTRIBUSIAN
Bagaimana posisi dan peran pemerintah dalam mengatasi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan? Sebenarnya, pemerintah sudah mengatasi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan. Richard Lipsey menyebutkan dalam bukunya bahwa beberapa orang meyakini pemerintah seharusnya bekeja lebih keras lagi, yang lainnya meyakini bahwa usaha tersebut sudah tepat. Namun pemerintah masih perlu meningkatkan usahanya melalui kebijakan yang diterapkan dalam mengatasi kesenjangan pendapatan dan membantu rumah tangga yang miskin :
• Pajak pendapatan progresif :
Pajak pendapatan progresif diterapkan pada Masyarakat dengan pendapatan lebih tinggi dengan nilai tinggi. Biasanya, pendapatan marginal dipajaki pada nilai yang secara marginal lebih tinggi. Sebagai misal, pendapatan hingga $20.000 mungkin dipajaki sebesar 15 %, pendapatan antara $20.000 hingga $35.000 sebesar 20 % dan seterusnya. (seandainya saja pengenaan pajak semudah itu). Dengan kata lain, nilai yang lebih tinggi tidak berlaku untuk seluruh pendapatan, tetapi hanya kepada pendapatan marginal.
• Program bantuan publik :
Program bantuan ini bisa berbentuk Asuransi pengangguran, perawatan kesehatan, dan program kesejahteraan, misalnya kupon pangan, BLT, subsidi sembako, subsidi BBM, Bantuan Operasional Sekolah, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu, untuk membantu kaum miskin dan untuk sementara waktu memungkinkan kalangan rumah tangga yang terjepit memenuhi kebutuhan mereka. Sementara jaminan sosial bukanlah merupakan program kesejahteraan ( karena pekerja membayar pajak jaminan sosial spesifik untuk keuntungan-keuntungan tersebut ), jaminan sosial memang menyediakan bantuan finansial bagi jutaan pensiunan dan masyarakat yang tidak bisa bekerja.
• Program pengembangan ekonomi :
Program yang membantu membiayai golongan minoritas dan bisnis yang dijalankan wanita, seperti yang ada di administrasi Usaha Kecil, yang membantu memulihkan ketidakseimbangan akibat adanya diskriminasi pekerjaan di masa lalu, dan demikian pula usaha-usaha yang mendorong bisnis-bisnis tersebut mengajukan permohonan kepada pemerintah. Uang yang berasal dari pemerintah juga disalurkan ke program pemerintah negara bagian dan pemerintah daerah untuk melatih para pekerja tak berketerampilan dan mendorong terbentuknya bisnis, sebagai misal dalam “zona usaha” yang dirancang untuk memacu pertumbuhan kembali dalam kota. Dan peran pemerintah terhadap masyarakat sebagai fasilitator adalah memberikan pelatihan dan bantuan baik secara teknis maupun materi kepada masyarakat yang lain agar mempunyai keterampilan dan berkembang. Salah satunya bisa dengan membuat sebuah kelompok usaha dalam suatu daerah yang dibina oleh pemerintah kemudian diarahkan serta dibekali dengan pengetahuan serta dikoordinasi untuk menghindari persaingan diantara UKM yang hanya akan merugikan UKM itu sendiri. Sehingga bisa mengimbangi persaingan dengan perusahaan besar yang cenderung lebih maju baik secara modal maupun teknologi.
• Mengelola perekonomian :
Pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi yang ditujukan menghasilkan lapangan pekerjaan penuh serta inflasi yang rendah. Sementara hal ini menguntungkan warga yang kaya serta mereka yang sedikit kekurangan, penekanannya pada pengendalian tingkat pengangguran tentu membantu para penerima upah lebih. Hal ini bias diwujudkan dengan mempermudah para investor untuk menanamkan modalnya. Sehingga para investor ini akan membuka lapangan kerja yang luas dan menimbulkan berkurangnya pengangguran.

Upaya pemerintah tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, maksudnya tanpa ada hambatan seperti korupsi dan lain sebagainya. Namun, masyarakat juga dituntut untuk memiliki semangat untuk maju dan tidak bermalas-malasan, dan tidak hanya menggantungkan semua kepada bantuan dari pemerintah. Dan juga pembangunan harus ditingkatkan. Misal : pembangunan di Papua sebisa mungkin dimajukan atau disamakan dengan pembangunan yang telah dilakukan oleh DKI Jakarta. Karena hal itu juga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan ekonomi pun akan semakin baik, dan status Indonesia dari Negara berkembang menjadi Negara maju.

UNTUNG DAN RUGI PENDISTRIBUSIAN PENDAPATAN SECARA MERATA
• Untung
Distribusi yang telah diuraikan memiliki keuntungan, yakni banyak pengangguran yang mampu dan berani dalam mengambil sikap untuk melakukan usaha yang mandiri dengan adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah, meskipun adanya perubahan pola lapangan kerja tidak akan mempengaruhi pendapatan bagi mereka, karena mereka telah melakukan suatu usaha yang mampu membuka lapangan pekejaaan bagi yang lainnya, yang tidak memiliki pendidikan yang tinggi maupun keterampilan yang tinggi menjadi manusia yang memiliki keterampilan.

Serta meningkatnya kesejahteraan bagi rakyat karena adanya bantuan dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan, misal sembako, BBM, pendidikan, dan juga yang lainnya. Dengan hal ini, maka masyarakat miskin dituntut untuk serius dalam meningkatkan taraf hidupnya, karena mereka tidak perlu lagi memikirkan kebutuhan hidup yang terlalu mencekik hidup mereka karena adanya bantuan subsidi dari pemerintah.

Kemudian, keuntungan selanjutnya ialah pendapatan nasional yang meningkat karena adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan pajak bagi masyarakat yang mempunyai pendapatan tinggi, sehingga akan membuat konsumsi masyarakat menjadi semakin rendah, yang membuat pendapatan nasional ikut meningkat, Karena tingkat konsumsi masyarakat ikut menentukan besarnya pendapatan nasional.

• Rugi
kerugian yang harus ditanggung oleh pemerintah adalah terjadinya kemalasan bagi masyarakat miskin karena keengganan mereka untuk bekerja, karena merasa diri mereka memiliki kehidupan yang sudah dijamin oleh pemerintah. Hal ini dapat terjadi jika pemerintah terus-menerus memberikan bantuan tanpa adanya pengarahan bagi masyarakat miskin untuk berusaha menuju kehidupan yang lebih baik dan bukannya menggantungkan hidup kepada pemerintah. Karena, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum jika bukan kaum itu sendiri yang mengubahnya. Kemudian, inflasi pun akan terjadi karena banyaknya uang yang beredar, serta terjadinya kecemburuan sosial antara masyarakat golongan atas dengan masyarakat miskin, karena masyarakat golongan atas merasa tidak adil dalam pelayanan pemerintah kepada masyarakat, karena mereka haus menerima kenaikan pajak yang dibebankan kepadanya namun mereka merasa tidak mendapatkan hasil apa-apa.

Kesimpulan
Dalam pendistribusian pendapatan haruslah merata, namun bukan berarti sama rata, namun sesuai dengan kondisi keuangan yang dihadapi oleh setiap propinsi. Sehingga tercipta pemerataan pembangunan di setiap propinsi. Hal ini, sama dengan konsep zakat, yakni yang kaya mengeluarkan sebagian hartanya untuk kaum miskin.

Keuntungan dari konsep ini adalah, berkurangnya rakyat miskin di negeri ini, dan mengurangi pengangguran, serta peningkatan perekonomian nasional pada umumnya dan peningkatan kesejahteraan rakyat pada khususnya.


















DAFTAR PUSTAKA


Ackley, Gardner.1973.Macroeconomic Theory,(terj. Paul Sihotang : Teori Ekonomi Makro).Jakarta:Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.
McGraw Hill.1993.Public Finance in Theory and Practice.Jakarta:Erlangga
N. Gregory Mankiw.2007.Makro Ekonomi edisi Keenam.Jakarta:Erlangga.
Pratama Rahardja & Mandala Manurung.2008.Teori Ekonomi Makro, Suatu Pengantar.Jakarta:Lembaga Penerbit FE Universitas Indonesia
Reksoprayitno,Soediyono.1981.Ekonomi Makro:Pengantar Analisa Pendapatan Nasional.Yogyakarta:Liberty
Reksoprayitno,Soediyono.1993.Ekonomi Makro.Yogyakarta:Liberty
Reksoprayitno,Soediyono.2000.Pengantar Ekonomi Makro.Yogyakarta:BPFE
Richard G. Lipsey,dkk.1993.Ilmu Ekonomi.Jakarta:Rineka Cipta
Suherman Rosyidi.2002.Pengantar Teori Ekonomi.Jakarta:Raja Grafindo
William A. Mceachrern.2000.Ekonomi Makro Pendekatan Kontemporer.Jakarta:Salemba Empat

http://www.dudung.net/quran-online/indonesia/9
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar