Minggu, 14 November 2010

AL-MAKKI DAN AL-MADANI

BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
Al-qur`an di turunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang di dasarkan pada keimanan kepada Allah SWT dan risalah-risalah-Nya. Dimana tempat turunnya al-Qur’an itu berbeda sehingga hal itu menyebabkan kita membedakan Al-Qur’an dari segi tempat turunnya. Seperti yang kita ketahui, Al-Qur’an berdasarkan tempat turunnya itu dibedakan menjadi 2, yakni Makkiyah dan Madaniyyah.
Orang yang membaca al-Qur’anul Karim akan melihat bahwa ayat-ayat Makkiyah mengandung karakteristik yang tidak ada dalam ayat-ayat Madaniyah, baik dalam irama maupun maknanya; sekalipun yang kedua ini didasarkan pada yang pertama dalam hokum-hukum dan perundang-undangannya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Makkiyah dan Madaniyyah ?
2.      Bagaimana penentuan Makki dan Madani?
3.      Bagaimana klasifikasi ayat-ayat dan surat-surat dalam Al-Qur’an?









BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Makkiyah dan Madaniyah
      Kata al-makki berasal dari kata “Mekkah” dan al-madani berasal dari kata “Madinah”. Kedua kata tersebut telah dimasuki “ya’” nisbah sehingga menjadi al-makkiy atau al-makkiyah dan al-madaniy atau al-madaniyah. Secara harfiah, al-makki atau al-makkiyah berarti “yang bersifat Mekkah” atau “yang berasal dari Mekkah”, sedangkan al-madaniy atau al-madaniyah berarti “yang bersifat Madinah” atau “yang berasal dari Madinah”. Maka ayat atau surah yang turun di Mekkah disebut dengan al-makkiyah dan yang diturunkan di Madinah disebut dengan al-madaniyah.[1]
      Orang yang membaca al-Qur’anul Karim akan melihat bahwa ayat-ayat Makkiyah mengandung karakteristik yang tidak ada dalam ayat-ayat Madaniyah, baik dalam irama maupun maknanya; sekalipun yang kedua ini didasarkan pada yang pertama dalam hokum-hukum dan perundang-undangannya. Pada zaman jahiliyah masyarakat sedang dalam keadaan buta dan tulli, menymbah berhala, mempersekutukan Allah, mengingkari wahyu, mendustakan hari akhir dan mereka mengatakan ;[2]
   Artinya;
      Apakah apabila kami telah mati dan telah menjadi tanah serta menjadi tulang belulang, apakah benar-benar kami akan dibangkitkan (kembali)?’ (Ash Shaaffaat ; 16)
  
   Artinya ;
      “Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. ”( Al Jaatsiyah:24)

      Secara istilah al-makki wa al-madani berarti “suatu ilmu yang membahas tentang tempat dan periode turunnya surah atau ayat Al-qur’an, baik Mekkah ataupun Madinah”. Ayat atau surah yang turun pada periode Mekkah disebut dengan ayat/surah makkiyah dan ayat/surah yang turun pada periode Madinah disebut dengan ayat madaniyah[3]. Secara terperinci para mufassir berbeda pendapat dalam mendefinisikan makkiyah dan madaniyah tersebut. Perbedaan itu ialah[4]:
a.       Al-makki adalah surat atau ayat yang diturunkan di Mekkah dan sekitarnya, walaupun setelah hijrah.sedangkan al-madani adalah surah atau ayat yang turun di Madinah dan sekitarnya.
b.      Al-makki adalah ayat-ayat yang dikhitabkan kepada penduduk Mekkah sedangkan al-madani adalah ayat-ayat yang dikhitabkan kepada penduduk Madinah.
c.       Al-makki adalah surah atau ayat yang turun kepada Nabi sebelum hijrah, sedangkan al-madani adalah surah atau ayat yang turun kepada Nabi setelah hijrah. Berdasarkan definisi ini, maka ayat yang turun di Mekkah setelah Nabi hijrah ke Madinah termasuk dalam kategori ayat al-madaniyah.

      Perbedaan pendapat diatas dilatarbelakangi oleh berbedanya standar atau dasar pijakan mereka dalam membuat definisi. Ada tiga standar yang dijadikan sebagai dasar, yaitu tempat turunnya (makan an-nuzul) dan individu atau masyarakat yang menjadi objek pembicaraan, larangan atau perintah Al-qur’an  (al-ashkash, al-mukhathabin) dan periode penurunan Al-qur’an (zaman an-nuzul). Diantara ketiga definisi diatas, yang paling masyhur adalah definisi terakhir, yaitu al-makki surah atau ayat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah dan al-madani surah atau ayat yang diturunkan setelah Nabi hijrah walaupun turunnya di mekkah. Sebab hal itu sesuai dengan kegunaan ilmu al-makki wa al-madani ini dipelajari[5]. Menurut Az-Zarqani ada tiga hal atau manfaat kegunaan ilmu al-makki dan  al-madani, yaitu[6] :

a.       menentukan ayat nasikh dan mansukh. Jika seseorang mufassir atau mujtahid menemui dua ayat yang kontradiktif, dan dia mengetahui bahwa salah satu diantaranya ayat al-madaniyah dan yang lain al-makkiyah, maka dia dapat menetapkan bahwa ayat al-makkiyah itu telah di-nasakh-kan oleh ayat al-madaniyah.
b.      Mengetahui sejarah syariat. Ia dibebankan kepada umat secara berangsur-angsur. Terlihat, misalnya, nuansa bimbingan ayat-ayat al-makkiyah kepada umat ini berbeda  dengan ayat-ayat al-madaniyah. Sebab periode sebelum hijrah merupakan tahap pertumbuhan, karena itu perlu diberikan secara perlahan-lahan dan tidak merasa diberatkan. Sedangkan periode setelah hijrah merupakan tahap perkembangan, karena itu umat sudah siap menerima segala yang dating dari Allah. Dengan cara demikian, tidak ada para sahabat yang menentang ajaran islam; mereka sepenuhnya tunduk kepada perintah Nabi.
c.       Menanamkan keyakinan kepada umat, dari sudut sejarah, mengenai keabsahan Al-qur’an. Ia datang dari tuhan, bersih dari penyimpangan dan perubahan. Para ulama sangat besar perhatiannya kepada Al-qur’an, sehingga mereka tidak hanya mengetahui, mencatat, dan mengkaji ayat-ayat saja, tetapi juga mengetahui dan mempelajari ayat-ayat yang turun setelah dan sebelum hijrah, ayat yang turun di siang hari, malam hari, di tempat Nbi tinggal, dalam perjalanan, pada musim panas, musim dingin, dan lain sebagainya. 



B Penentuan Ayat Al-Makkiyah dan Al-Madaniyyah
      Ilmu al-makkiyah dan al-madaniyyah termasuk dalam kategori ilmu riwayah. Justru itu, ia tidak akan dapat dikuasai dan diketahui kecuali melalui riwayat dari sahabat. Karena hanya merekalah yang menyaksikan turunnya ayat-ayat Alqur;an kepada Nabi, dalam suasana, tempat, dan masa tertentu. Atau boleh juga melalui riwayat tabi’n yang mereka terima dari sahabat.
      Ada dua cara yang dapat digunakan untuk mengetahui ayat al-makkiyah dan al-madaniyyah, yaitu sima’i dan qiyasi(analogi). Yang pertama adalah berdasarkan penjelasan para sahabat secara langsung. Hal ini dapat diketahui melalui riwayat yang telah ditulis oleh para ahli hadits, seperti al-kuttub as-sittah. Dan yang terkhir adalah dengan cara membandingkan tanda-tanda al-makki atau al-madani  dengan struktur ayat yang terdapat dalam surah.
      Dalam hal qiyasi ini, para ulama telah membuat tanda atau cirri-ciri masing-masing keduanya yang dapat dijadikan standar untuk menentukan makkiyah atau madaniyah-nya suatu surah/ayat[7].
Cirri-ciri ayat makkiyah, adalah[8]
·        Ayat dan Surahnya pendek dan susunannya jelas
·        Banyak bersajak
·        Banyak qasam, tasybih, dan amtsal.
·        Gaya bahasa al-makkiyah jarang bersifat konkret dan realistis materialis, terutama ketika berbincang tentang kiamat.
·        Setiap surah yang mengandung lafal kalla termasuk al-makkiyah. Kata kalla dalam Alqur’an terulang 33 kali dalam 15 surah.
·        Setiap surah yang mengandung ya ayyuhan nas dan tidak mengandung ya ayyuhal ladzina amanu.
·        Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan siksaannya, surag dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah.
·        Peletakkan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat; dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara dzalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.
Ciri-ciri ayat madaniyyah adalah[9]
·        Setiap surah yang berisi kewajiban atau had adalah madani.
·        Setiap surah yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah madani, kecuali al-ankabut adalah makki.
·        Setiap surah yang didalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab adalah madani.
·        Menjelaskan ibadah, muamalah, had/sanksi, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan social, hubungan internasional, baik diwaktu damai maupun perang , kaidah hokum, dan masalah perundang-undangan.
·        Seruan terhadap ahli kitab dari kalangan yahudi dan nasrani, dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki daintara sesama mereka.


C. Klasifikasi  Ayat Al-Makkiyah dan Al-Madaniyyah
   Para Ulama begitu tertarik untuk menyelidiki surah-sursh Makki dan Madani. Mereka meneliti Qur’an ayat demi ayat dan surah demi surah untuk ditertibkan sesuai dengan nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat.[10]
   Yang terpenting dalam pengklasifikasian Makki dan Madani, yang dipelajari para ulama dalam pembahasan ini  adalah :
1.      Yang diturunkan di Madinah[11]
            ada dua puluh surat Madaniyyah, yakni al-baqarah, ali imran, an-nisa’, al-maidah, al-anfal, at-taubah, an-nur, al-ahzab, Muhammad, al-Fath, al-Hujurat, al-Hadid, al-Mujadalah, al-Hasyr, al-Mumthanah, al-Jumu’ah, al-Munafiqun, at-Talaq, at-Tahrim, dan an-Nasr.
2.      Yang diperselisihkan[12]
            Sedang yang masih diperselisihkan ada dua belas surah, yakni al-Fathihah, ar-Ra’d, ar-Rahman, as-Saff, at-Taghabun, at-Tatfif, al-Qadar, al-Bayyinah, az-Zalzalah, al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nas.
3.      Yang diturunkan di Mekkah[13]
                  Ada 82 surat sisanya, jadi jumlah surat-surat Qur’an itu semuanya seratus empat belas surat.
4.      Ayat-ayat Makkiyah dalam Surat-surat Madaniyyah[14]
                  Dengan menamakan sebuah surat itu Makkiyah atau Madaniyyah tidak berarti surah tersebut seluruhnya Makkiyah atau Madaniyyah, sebab di dalam surat Makkiyah terkadang terdapat ayat-ayat Madaniyyah, dan di dalam surat Madaniyyah pun terdapat ayat-ayat Makkiyah. Dengan demikian penamaan surat itu Makkiyah atau Madaniyyah adalah menurut sebagian besar ayat-ayat yang terkandung didalamnya.
                  Diantara sekian contoh ayat-ayat Makkiyah dalam surat Madaniyyah ialah surat al-Anfal, tetapi banyak ulama mengecualikan ayat:
      Yang artinya ;
   Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.”(al-Anfal; 30).
      Mengenai ayat ini, Muqatil mengatakan :”Ayat ini diturunkan di Mekkah; dan; pada lahirnya memang demikian, sebab ia mengandung apa yang dilakukan orang musyrik di Darun Nadwah ketika mereka merncanakan tipu daya terhadap Rasulullah sebelum hijrah.”
5.Ayat-ayat Madaniyyah dalam surat Makkiyah[15]
            Misalnya adalah surat Al-an’am .Ibn Abbas berkata ; ‘’ surah ini semuanya diturunkan  sekaligus di Mekkah, maka ia Mekkiah, kecuali  tiga  ayat dirturunkan di madinah,yaitu al-An’am ayat 151-153 ; Dan surah al-hajj adalah Makkiyah kecuali tiga ayat diturunkan di Madinah, dari firman Allah ; ‘’ inilah dua golongan yang bertengkar mengenai Tuhan mereka....’’ [surat al-Hajj ayat 19-21].
6.Ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah sedang hukumnya Madani.[16]
Mereka memberi contoh dengan firman Allah ;
Artinya ;
‘’ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.’’
            Ayat ini diturunkan di Mekkah pada hari penaklukan kota Mekkah, tetapi sebenarnya Madaniyyah karena diturunkan setelah hijrah; di samping itu seruannya pun bersifat umum. Ayat seperti ini oleh para ulama tidak dinamakan Makki dan tidak juga dinamakan Madani secara pasti. Tetapi mereka katakan ‘’ Ayat yang diturunkan di Mekkah sedang hukumnya Madani’’.
7. Ayat yang diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makki.[17]
                  Mereka memberi contoh dengan surah mumthahana. Surah ini diturunkan di Madinah dilihat dari segi tempat turunnya ; tetapi seruannya ditujukan kepada orang musyrik penduduk Mekkah. Juga seperti permulaan surah al-Baqarah yang diturunkan di Madinah, tetapi seruannya ditujukan kepada orang-orang musyrik penduduk Mekkah.
8. Ayat yang serupa dengan yang diturunkan di Mekkah dalam Madani.[18]
               Yang dimaksud oleh para ulama ialah ayat-ayat yang dalam surat madaniah tetapi mempunyai gaya bahasa dan cirri-ciri umum surat Makkiyah. Contoh firman Allah dalam surar al-anfal yang Madaniyyah ;
Artinya ;
Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.’’
9. Yang serupa dengan yang diturunkan di Madinah dalam Makki.[19]
                           Yang dimaksud oleh para ulama kebalikan dari yang sebelumnya no.8. mereka memberi contoh dengan firman Allah dalam An-Najm ;
Artinya ;
(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunanNya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.
As-Suyuti mengatakan ; ‘’ Perbuatan keji ialah setiap dosa yang ada sanksinya. Dosa besar ialah setiap dosa yang yang mengakibatkan siksa neraka. Dan kesalahan-kesalahan kecil ialah apa yang erdapat diantara kedua batas dosa-dosa diatas. Sedang di Mekkah belum ada sanksi yang serupa dengannya.
10.  Ayat yang dibawa dari Mekkah ke Madinah.[20]
            Contohnya ialah surat al-A’la. Diriwayatkan oleh bukhari dari al-Barra bin Azib yang mengatakan :” orang yang pertama kali datang kepada kami dari para sahabat Nabi adalah Mus’ab bin Umar dan Ibnu Ummi Maktum. Keduanya membacakan al-Qur’an pada kami. Sesudah itu datanglah amar, bilal, dan sa’d. kemudian datang pula Umar bin Khatab sebagai orang yang kedua puluh. Baru setelah datanglah nabi. Aku melihat penduduk Madinah bergembira setelah aku membacakan Sabbikhisma rabbikal A’la dari antara surah yang semisal dengannya.  ” pengertian ini cocok dengan Qur’an yang dibawa oleh golongan muhajjirin, lalu mereka ajarkan kepada kaum ansor.
11.  Yang dibawa dari Madinah ke Mekkah.[21]
            Contohnya ialah awal surah al-Baqarah, yaitu ketika rasulullah memerintahkan kepada Abu Bakar untuk berhaji pada tahun kesembilan. Ketika awal surah al-Baqarah turun, Rasul memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk membawa ayat tersebut kepada Abu Bakar, agar ia sampaikan kepada kaum musyrikin. Maka Abu Bakar membacakan kepada mereka dan mengumumkan bahwa setelah tahun ini tidak seorang musyrik pun diperbolehkan berhaji.
12.  Ayat yang turun pada malam hari dan pada siang hari.[22]
            Kebanyakan ayat alqur’an itu turun pada siang hari. Mengenai yang diturunkan pada malam hari Abul Qasim Al-Hassan bin Muhammad bin Habib an-Naisaburi telah menelitinnya. Dia memberikan beberapa contoh, diantaranya : bagian-bagian akhir surah al-Imran. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya, ibnul Munzir, Ibnu Mardawaih, dan Ibnu Abud Dunya, meriwayatkan dari Aisyah r.a. :
            Bilal datang kepada Nabi untuk memberitahukan waktu shalat subuh: tetapi ia melihat Nabi sedang menangis. Ia bertanya : “ Rasulullah, apakah yang menyebabkan engkau menangis?“  Nabi menjawab : “Bagaimana sya tidak menangis padahal tadi malam diturunkan kepadaku, “Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda [kekuasaan Allah] bagi orang-orang yang berakal”[ Ali-Imran ayat 190]”. Kemudian katanya “ Celakalah orang yang membacanya, tetapi tidak memikirkannya’’.
13.  Ayat yang turun di musim panas dan musim dingin[23]
                  Para ulama memberi contoh ayat yang turun di musim panas dengan ayat tentang kalalah yang terdapat diakhir surat an-Nisa’.
                  Sedang untuk yang turun di musi dingin mereka contohkan dengan ayat-ayat mengenai ‘tuduhan bohong’  yang terdapat dalam surat an-Nur :
Artinya
   Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.
   Berita bohong ini mengenai istri Rasulullah s.a.w. 'Aisyah r.a. Ummul Mu'minin, sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya'ban 5 H. Perperangan ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula 'Aisyah dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. Dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. 'Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia merasa kalungnya hilang, lalu dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa 'Aisyah masih ada dalam sekedup. Setelah 'Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat dia duduk di tempatnya dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat ditempat itu seorang sahabat Nabi, Shafwan ibnu Mu'aththal, diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan dia terkejut seraya mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, isteri Rasul!" 'Aisyah terbangun. Lalu dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. Orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut pendapat masing-masing. Mulailah timbul desas-desus. Kemudian kaum munafik membesar- besarkannya, maka fitnahan atas 'Aisyah r.a. itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin.









BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
         al-makki wa al-madani berarti “suatu ilmu yang membahas tentang tempat dan periode turunnya surah atau ayat Al-qur’an, baik Mekkah ataupun Madinah”. Ayat atau surah yang turun pada periode Mekkah disebut dengan ayat/surah makkiyah dan ayat/surah yang turun pada periode Madinah disebut dengan ayat madaniyah. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk mengetahui ayat al-makkiyah dan al-madaniyyah, yaitu sima’i dan qiyasi(analogi). Yang pertama adalah berdasarkan penjelasan para sahabat secara langsung. Hal ini dapat diketahui melalui riwayat yang telah ditulis oleh para ahli hadits, seperti al-kuttub as-sittah. Dan yang terkhir adalah dengan cara membandingkan tanda-tanda al-makki atau al-madani  dengan struktur ayat yang terdapat dalam surah.
B.     Saran
         Dalam penulisan makalah ini, tak elok rasanya kami menyebutkan makalah kami paling benar  ‘’ Tak ada gading yang retak’’. Maka dari itu, kami perlu saran atas kekeliruan yang kami lakukan agar menjadi makalah yang lebih enak dibaca



















DAFTAR PUSAKA



·        Kadar M. Yusuf. 2009.StudiAl-Qur’an.Jakarta:Amzah
·        Manna’ Khalil Al-Qattan. 2009.Ulumul Qur’an.terjemah Mudzakir A.S.: Studi Ilmu-Ilmu Qur’an.Bogor.:Pustaka Litera Antarnusa.
·        Lembaga penyelenggara penterjemah kitab suci Al-Qur’an. 1970.Al-Qur’an dan Terjemahya.Jakarta:Yamunu.



[1] Kadar M. Yusuf,StudiAl-Qur’an,Jakarta,Amzah,2009,hlm.28-29
[2] Manna’ Khalil Al-Qattan,Ulumul Qur’an ,terjemah Mudzakir A.S.: Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,Bogor,Pustaka Litera Antarnusa,2009,hlm.70
[3] Lembaga penyelenggara penterjemah kitab suci Al-Qur’an,Al-Qur’an dan Terjemahya,Jakarta,Yamunu,1970,hlm.24.
[4] Ibid, Kadar M. Yusuf,hlm.29
[5] Ibid, Kadar M. Yusuf,hlm.29-30
[6] Ibid, Kadar M. Yusuf,hlm.31
[7] Ibid, Kadar M. Yusuf,hlm.32
[8] Ibid, Kadar M. Yusuf,hlm.33
[9] Ibid, Manna’ Khalil Al-Qattan,hlm.87
[10] Ibid, Manna’ Khalil Al-Qattan,hlm.72
[11] Ibid,hlm.74
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Ibid,hlm.75
[16] Ibid.
[17] Ibid,hlm.76
[18] Ibid.
[19] Ibid.
[20] Ibid,hlm.77
[21] Ibid.
[22] Ibid.
[23] Ibid,hlm.79